berbagi pengalaman

Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info
opick bila waktu telah berakhir

Minggu, 03 Agustus 2014

PILIH :Ta'aruf atau Pacaran

Dikalangan tertentu pacaran tidak dikenal, pun mereka tahu tetapi cenderung menghindari karena menganggap gaya itu tidak lagi mutlak dilakukan pada masa pranikah. Selain dinilai tidak sesuai dengan norma agama -ini terbukti dari pengalaman sepanjang sejarah keberadaan manusia bahwa pacaran cenderung kelewat batas bahkan tidak sedikit yang amoral- juga berkembangnya pemikiran bahwa satu kesia-siaan saja berjalan bersama orang yang belum tentu 100 % menjadi pasangannya. Ya, bagaimana mungkin bisa meyakinkan bahwa orang yang saat ini berjalan bersamanya memiliki komitmen untuk tetap ‘setia’ sampai ke jenjang pernikahan, la wong sudah sekian tahun berpacaran ternyata wacananya hanya sebatas curhat-curhatan dan take n give yang tak berdasar, tidak meningkat pada satu tindakan gentle, menikah! Atau setidaknya mengajukan surat lamaran ke orangtua si gadis. Berbagai dalih dan argumentasi pun meluncur untuk mengkamuflasekan ketidakgentle-annya itu, yang kemudian semua orang pun tahu itu cuma lips service dari orang yang tidak benar-benar dewasa alias childish. Kedewasaan, ukurannya tidak terwakili hanya oleh umurnya yang diatas seperempat abad misalnya, tetapi juga pada sikap diri, attitude yang tertampilkan dalam kesehariannya. Dalam dunia pekerjaan, sikap dewasa dapat dilihat dari profesionalisme kerja, termasuk didalamnya kedisplinan. Dalam hubungan interelasi, bijaksana, proporsional dalam bersikap dan berbicara bisa jadi satu parameter kedewasaan. Nah yang menjadi masalahnya kemudian, tidak sedikit orang yang seharusnya bersikap dewasa justru memamerkan sifat kekanakkan saat berkesempatan bersama pasangannya, sikap yang dipraktekkan secara tidak proporsional dari ungkapan kasih sayang dan pengorbanan. Orang terlihat dewasa mungkin hanya dari fisiknya saja, namun sisi lainnya seringkali luput dari perhatian. Padahal kedewasaan jelas meliputi beberapa aspek yang sekiranya patut diperhatikan dalam memilih pasangan yang kelak dinominasikan untuk menjadi pasangan hidup. Dewasa secara fisik, dimana organ-organ reproduksi telah berfungsi secara optimal yang ditandai dengan produksi sperma yang baik pada pria dan produksi sel telur yang memadai pada wanita. Selain perkembangan sel-sel otot tubuh menandakan –sekaligus membedakan- pria dan wanita. Dewasa secara psikologis, yang ditandai dengan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan, serta mampu menjalani hubungan interdependensi. Ini penting untuk diperhatikan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan bersama dalam pernikahan. Dewasa secara sosial-ekonomi ditampakkan dalam kemampuan seseorang untuk membiayai kebutuhan hidup yang layak sebagai suami-istri. Tentu hal ini terkait dengan adanya pekerjaan yang jelas serta penghasilan yang tetap, serta kesadaran akan meningkatnya biaya kehidupan dari waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya anggota keluarga kelak. Berdasarkan aspek kedewasaan diatas, maka wajarlah jika disatu sisi justru ada orang yang enggan berpacaran. Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa pacaran selain tidak diajarkan dalam agama Islam karena melanggar norma yang digariskan, juga dianggap ‘buang-buang waktu’, ‘wujud ketidakgentle-an’, ‘aktifitas sia-sia’ dan lain-lain. Namun sekedar diketahui, bahwa diluar itu ada sebagian yang memang benar-benar takut untuk mencintai, dicintai dan bahkan takut jatuh cinta. Dalam psikologi, orang-orang ini mungkin dianggap terkena sindrom fear of intimacy, satu kondisi yang disebabkan oleh ketakutan yang teramat sangat untuk menerima resiko kenyataan di kemudian hari. Seperti ditulis astaga.com, menurut psikolog Robert W Firestone dan Joyce Catlett, fear of intimacy ini adalah salah satu perwujudan dari pertahanan psikologis, yang lebih merupakan cermin dari pikiran dan sikap negatif atas hal-hal yang dilihat dan dipelajarinya waktu kecil. Maka kemudian, Islam mengenal ‘pacaran’ dalam kemasan yang berbeda. Ustadz Ihsan Arlansyah Tanjung, konsultan keluarga sakinah di situs eramuslim sering mengatakan bahwa pacaran akronim dari ‘pakai cara nikah’. Ya, Islam hanya mengajarkan bentuk-bentuk curahan kasih sayang dan cinta itu setelah melalui satu proses sakral yakni pernikahan. Sementara proses pranikah yang dilakukan untuk saling mengenal antara calon pria dan wanita biasa disebut proses ta’aruf (perkenalan). Yang penting dari ta’aruf adalah saling mengenal antara kedua belah pihak, saling memberitahu keadaan keluarga masing-masing, saling memberi tahu harapan dan prinsip hidup, saling mengungkapkan apa yang disukai dan tidak disukai, dan seterusnya. Kaidah-kaidah yang perlu dijaga dalam proses ini antar lain nondefensif, tidak bereaksi berlebihan pada feedback negatif, serta terbuka untuk mencoba pengalaman-pengalaman baru, Jujur, tidak curang, berbohong dan punya sense of integrity yang kuat, Menghormati batas-batas, prioritas dan tujuan calon pasangan yang menyangkut diri mereka maupun tidak, Pengertian, empati, dan tidak mengubah pasangannya sedemikian rupa serta tidak mengontrol, manipulatif, apalagi mengancam pasangan dalam bentuk apa pun. Dalam tahap ini anda dan dia bisa saling mengukur diri apakah cocok satu sama lain atau tidak. Masing-masing pihak masih harus sama-sama membuka options/kemungkinan batal atau jadi. Maka umumnya dilakukan tanpa terlebih dahulu melibatkan orangtua agar tidak menimbulkan kesan ‘harga jadi’ dan tidak ada lagi proses tawar menawar, sehingga jika pun gagal/batal tidak ada konsekuensi apa-apa. Karena jika sudah sampai menemui orangtua berarti secara samar maupun terang-terangan seorang pria sudah menunjukkan niat untuk memperistri si wanita. Yang perlu jadi ingatan, seringkali pasangan-pasangan itu terjebak dalam aktifitas pacaran yang terbungkus sampul ta’aruf. Apa namanya bukan pacaran kalau ada rutinitas kunjungan yang melegitimasi silaturahmi dengan embel-embel ‘ingin lebih kenal’. Jika sudah mantap atas pilihan masing-masing barulah kemudian melibatkan orang tua dalam proses selanjutnya, lamaran (khitbah). Untuk khitbah tak ada aturan yang kaku, yang penting dalam masa penjajagan keduanya berkenalan dan saling mengungkap apa yang disukai dan tidak disukai, saling mengungkap apa visi misi dalam pernikahan dan seterusnya. Tentunya khitbah harus tetap mengikuti aturan pergaulan Islami, tak berkhalwat, tak mengumbar pandangan, tak menimbulkan zina mata, hati (apalagi badan), tak membicarakan hal-hal yang termasuk kejahatan dan sebagainya. Yang perlu disadari, khitbah mirip jual beli, dalam masa tawar menawar bisa jadi, bisa juga batal. Pembatalannya harus tetap sopan menurut aturan Islami, tidak menyakiti hati dengan kata-kata yang kasar, tidak membicarakan aib yang sempat diketahui dalam khitbah kepada orang lain. Namun sebagaimana jual beli harus ada prinsip kedua belah pihak ridho. Khitbah baru bisa berlanjut ke pernikahan jika kedua pihak ridho, jika salah satu membatalkan proses tawar menawar maka pernikahan tak akan jadi. Kalaupun dibatalkan (meski mungkin menyakitkan), harus ada alasan yang kuat untuk salah satu pihak membatalkan rencana nikah yang sudah matang. Sebab Islam melarang ummatnya saling menyakiti tanpa alasan. Jadi jika ada yang ragu (dengan alasan yang benar) sebelum menikah, sebaiknya membatalkan sebelum terlanjur. Adapun jarak antara khitbah dan akad nikah, tidak ada aturan yang menjelaskan harus berapa lama, tentu dalam hal ini masing-masing pihak bisa mengukurnya sendiri. Satu hari bisa jadi sudah deadline bagi pria-wanita yang sudah sedemikian menggebunya hingga khawatir terjerumus kepada dosa zina. Namun jika bisa merasa ‘aman’ dengan menunda beberapa waktu tidak masalah. Jadi, jika segalanya sudah terencana dengan matang dan baik, seperti kata seorang bijak, jika berani menyelam ke dasar laut, mengapa terus bermain di kubangan, kalau siap berperang mengapa cuma bermimpi menjadi pahlawan

Hukum Pernikahan Beda Agama Dalam Islam

Hukum Pernikahan Beda Agama Dalam Islam Pernikahan merupakan salah satu jenis ibadah dalam Islam. Setiap manusia yang telah dewasa, dan sehat jasmani rohani pasti membutuhkan teman hidup. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologisnya, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang diajak bekerja sama demi mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga. Menurut bahasa, nikah berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah, nikah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan tubuh antara keduanya atas dasar sukarela dan persetujuan bersama demi mewujudkan keluarga bahagia yang diridhai oleh Allah SWT. Hukum Pernikahan Dalam Islam Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut. Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW : “Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim) Pernikahan Yang Dihukumi Wajib Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah Pernikahan Yang Dihukumi Makruh Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak Pernikahan Yang Dihukumi Haram Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil. Pembagian Pernikahan Beda Agama Dalam Islam Didalam kehidupan kita saat ini pernikahan antara dua orang yang se-agama merupakan hal yang biasa dan memang itu yang dianjurkan dalam agama kita. Tetapi dengan mengatasnamakan cinta, saat ini lazim (namun belum tentu diperbolehkan agama) dilakukan pernikahan beda agama atau nikah campur. Hal ini sebenarnya sudah diatur dengan secara baik di dalam agama kita, agama Islam. Secara umum pernikahan lintas agama dalam Islam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Pernikahan antara pria muslim dengan wanita non-muslim 2. Pernikahan antara pria non-muslim dengan wanita muslimah Namun sebelum kita membahas tentang pernikahan tersebut diatas, sebaiknya kita perlu mengetahui tentang pengertian non-muslim di dalam Islam. Golongan non-muslim sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu : Golongan Orang Musyrik Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman 282 karya As Syech Muhammad Ali As Shobuni, orang musyrik ialah orang-orang yang telah berani menyekutukan ALLAH SWT dengan mahluk-NYA (penyembah patung, berhala atau semacamnya). Beberapa contoh golongan orang musyrik antara lain Majusi yang menyembah api atau matahari, Shabi’in, Musyrikin, dan beberapa agama di Indonesia yang menyembah patung, berhala atau sejenisnya Golongan Ahli Kitab Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman As Syech Muhammad Ali As Shobuni, Ahli Kitab adalah mereka yang berpegang teguh pada Kitab Taurat yaitu agama Nabi Musa As. atau mereka yanga berpegang teguh pada Kitab Injil yaitu agama Nabi Isa As. Atau banyak pula yang menyebut sebagai agama samawi atau agama yang diturunkan langsung dari langit yaitu Yahudi dan Nasrani. Mengenai istilah Ahli Kitab ini, terdapat perbedaan pendapat diantara kalangan Ulama’. Sebagian Ulama’ berpendapat bahwa mereka semua kaum Nasrani termasuk yang tinggal di Indonesia ialah termasuk Ahli Kitab. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Ahli Kitab ialah mereka yang nasabnya (menurut silsilah sejak nenek moyangnya dahulu) ketika diturunkan sudah memeluk agama Nasrani. Jadi kaum Nasrani di Indonesia, berdasarkan pendapat sebagian Ulama’ tidak termasuk Ahli Kitab. 1. Pernikahan Antara Pria Muslim Dengan Wanita Non-Muslim Didalam Islam, pernikahan antara antara pria muslim dengan wanita non-muslim Ahli Kitab itu, menurut pendapat sebagian Ulama’ diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada Firman ALLAH SWT dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5 yang artinya “(Dan dihalalkan menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan dan dari kalangan orang-orang yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan dan dari kalangan Ahli Kitab sebelum kamu ”. Namun ada beberapa syarat yang diajukan apabila akan melaksanakan hal tersebut, yaitu : Jelas Nasabnya Menurut silsilah atau menurut garis keturunannya sejak nenek moyangnya adalah Ahli Kitab, jadi seperti kesimpulan para Ulama’ di atas, sebagian besar kaum Nasrani di Indonesia bukan merupakan golongan Ahli Kitab, seperti halnya juga kaum Tionghoa yang beragama Nasrani di Indonesia. Benar-benar Berpegang Teguh Pada Kitab Taurat dan Kitab Injil Apabila memang apabila mereka berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Injil (yang benar-benar asli) pasti mereka pada akhirnya akan masuk Islam, karena sebenarnya pada Kitab Taurat dan Injil yang asli telah disebutkan bahwa akan datang seorang Nabi setelah Nabi Musa As dan Nabi Isa As, yaitu Nabiullah Muhammad SAW. Dan apabila mereka mengimani akan adanya Nabiullah Muhammad SAW, pasti mereka akan masuk Islam Wanita Ahli Kitab tersebut nantinya mampu menjaga anak-anaknya kelak dari bahaya fitnah Ada beberapa Hadits Riwayat Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Sahabat Thalhah, Sahabat Hudzaifah, Sahabat Salman, Sahabat Jabir dan beberapa Sahabat lainnya, semua memperbolehkan pria muslim menikahi wanita Ahli Kitab. Sahabat Umar bin Khattab pernah berkata “Pria Muslim diperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab dan tidak diperbolehkan pria Ahli Kitab menikah dengan wanita muslimah”. Bahkan Sahabat Hudzaifah dan Sahabat Thalhah pernah menikah dengan wanita Ahli Kitab tetapi akhirnya wanita tersebut masuk Islam. Dengan demikian, keputusan untuk memperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab sudah merupakan Ijma’ (artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.) para Sahabat. Ulama’ besar Ibnu Al-Mundzir mengatakan bahwa jika ada Ulama’ Salaf yang mengharamkan pernikahan tersebut diatas, maka riwayat tersebut dinilai tidak Shahih Demikian pula Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 per-tanggal 9-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M (disini) tentang haramnya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Meskipun fatwa itu diusung dengan merujuk pada beberapa dalil naqli, tetap saja menghapus kebolehan pria muslim menikah dengan wanita Ahli Kitab sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Maidah ayat 5 tersebut diatas. Dan rupanya fatwa itu dikeluarkan karena didorong oleh keinsafan akan adanya persaingan antara agama. Para Ulama’ menganggap bahwa persaingan tersebut telah mencapai titik rawan bagi kepentingan dan pertumbuhan masyarakat muslim Namun ada pula Ulama’ yang secara tegas mengharamkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab. Para Ulama’ ini mendasarkan pendapatnya pada Firman ALLAH Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 221 yang berarti “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang muslim itu lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman . sesungguhnya budak mukmin itu lebih baik daripada musyrik, walaupun mereka menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan ALLAH mengajak ke surga dan ampunan dengan ijinNYA. Dan ALLAH menerangkan ayat-ayatNYA (perintah-perintahNYA) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” Dan juga Al-Quran Surat Al-Mumtahanah ayat 10 yang berarti “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. ALLAH mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu mengembalikan mereka kepada (suami-suami) mereka orang-orang kafir. Mereka tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayarkan. Demikianlah hukum ALLAH yang ditetapkanNYA diantara kamu, dan ALLAH Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” Disamping itu, mereka juga berpegangan kepada perkataan Sahabat Abdullah bin Umar yang berarti “tiada kemusyrikan yang paling besar daripada wanita yang meyakini Isa bin Maryam sebagai tuhannya”. Dalam Kitab Al-Mughni juz 9 halaman 545 karya Imam Ibnu Qudamah, Ibnu Abbas pernah menyatakan, hukum pernikahan dalam QS. Al-Baqarah ayat 221 dan QS. Al-Mumtahanah ayat 10 diatas telah dihapus (mansukh) oleh QS. Al-Maidah ayat 5. Karenanya yang berlaku adalah hukum dibolehkannya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab Sedangkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita musyrikah, menurut kesepakatan para Ulama’ tetap diharamkan, apapun alasannya, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah 2. Pernikahan Antara Pria Non-Muslim Dengan Wanita Muslimah Pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non-muslim, menurut kalangan Ulama’ tetap diharamkan, baik menikah dengan pria Ahli Kitab maupun dengan seorang pria musyrik. Hal ini dikhawatirkan wanita yang telah menikah dengan pria non-muslim tidak dapat menahan godaan yang akan datang kepadanya. Seperti halnya wanita tersebut tidak dapat menolak permintaan sang suami yang mungkin bertentangang dengan syariat Islam, atau wanita itu tidak dapat menahan godaan yang datang dari lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin cenderung lebih dominan Dalil naqli pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita muslimah dengan pria non-muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5, yang menyatakan bahwa ALLAH SWT hanya memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim dengan wanita Ahli Kitab, tidak sebaliknya. Seandainya pernikahan ini diperbolehkan, maka ALLAH SWT pasti akan menegaskannya di dalam Al-Quran. Karenanya , berdasarkan mahfum al-mukhalafah, secara implisit ALLAH SWT melarang pernikahan tersebut. Dalam Kitab tafsir Al-Tabati karya Imam Ibnu Jarir At-Tabari, menuturkan Hadits Riwayat Jabir bin Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda “Kami (kaum muslim) menikahi wanita Ahli Kitab, tetapi mereka (pria Ahli Kitab) tidak boleh menikahi wanita kami” Menurut Imam Ibnu Jarir At-Tabari, meskipun sanad-sanad Hadits tersebut sedikit bermasalah, maknanya telah disepakati oleh kaum muslimin, maka ke-hujjah-annya dapat dipertanggungjawabkan. Kesimpulan Sebenarnya pernikahan antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab diperbolehkan dalam Islam, tetapi karena saat ini sangat sulit sekali ditemui wanita Ahli Kitab yang benar-benar “Ahli Kitab”, maka saya dapat simpulkan bahwa pernikahan beda agama yang ada saat ini tidak dapat dikatakan sah karena hampir tidak ada wanita Ahli Kitab yang benar-benar berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Kitab Injil. Karena kedua Kitab suci tersebut yang ada saat ini bukan Kitab Taurat dan Injil yang asli. Sedangkan bagi wanita muslimah yang menikah dengan pria non-muslim, baik pria musyrik maupun pria Ahli Kitab tetap dihukumi haram Nabi Muhammad SAW pernah bersabda “Wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya; karena keturunannya; karena kecantikannya dan karena baik kualitas agamanya. Maka pilihlah wanita yang baik kualitas agamanya, niscaya kalian akan beruntung”. (HR. Bukhari dan Muslim) Maka bagi kaum muslimin dan muslimah, alasan pernikahan beda agama dengan alasan cinta, kesamaan hak, kebersamaan, toleransi atau apapun alasannya tidak dapat dibenarkan. Perlu pula ditegaskan bahwa masalah pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab hanyalah suatu perbuatan yang dihukumi boleh dilakukan, namun bukan anjuran, apalagi perintah. Karenanya pernikahan yang paling ideal dan yang bisa membawa kita selamat di dunia maupun akhirat serta membawa keluarga kita menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah adalah pernikahan dengan orang seagama yaitu Islam.

POLIGAMI

Kali ini saya perlu menjelaskan lebih jauh tentang poligami, Karena ada di antara kita sahabat yang anti poligami, dan ada juga sahabat yang mendukung dengan sangat. Sahabat yang anti poligami… Mereka telah membenci poligami dengan membabi buta. Padahal poligami adalah salah satu syariat Allah. Membenci poligami berarti membenci salah satu aturan Allah. Membenci aturan Allah berarti tidak ridlo dengan Allah. Membenci aturan Allah berarti tidak ridlo dengan Islam. Membenci aturan Allah berarti tidak ridlo dengan Rasulullah. Padahal Surga dimasuki orang ridlo kepada Allah dan diridloi oleh Allah. ”Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga `Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS Al Bayyinah : 8) Sebagai seorang muslim kita harus ridlo Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul (‘radhiitu billahi robban wa bil Islami diinan wa bi Muhammadin nabiyyan’ wa rasuulan) Sahabat yang mendukung poligami dengan sangat… Mereka berkampanye tentang poligami. Mereka menganggap berpoligami adalah kemuliaan. Bahkan sebagian mengukur kebaikan agama seseorang, adalah bila dia berpoligami dan mau dipoligami. Karena mereka menganggap poligami adalah sunnah Rasul yang harus diikuti. Lalu bagaimana melihat poligami dengan bil-hikmah ? Poligami adalah bagian dari aturan Allah, Poligami adalah salah satu solusi yang diberikan oleh Allah. Tetapi dalam pelaksanaannya harus dengan syarat yang telah ditentukan. Dan tidak gampang untuk setiap orang bisa melaksanakannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: ”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS An-Nisa, 4:3) Pada saat ayat tersebut turun… Poligami sudah menjadi budaya masyarakat saat itu. Bahkan memiliki isteri dan selir lebih dari empat. Dengan ayat ini Allah membatasi hanya empat isteri saja. Itupun dengan bil-hikmah Allah menawarkan … Bagi orang yang takut tidak berlaku adil … Maka hendaknya menikah dengan seorang isteri saja. Ayat tersebut bukan memotivasi dan mengapresiasi poligami. Ayat tersebut adalah cara Allah mengajak hidup berkeluarga secara adil. Seperti proses Allah mengharamkan khomer… Yang sudah menjadi bagian dari budaya saat itu. Allah tidak langsung mengharamkannya. Demikian juga dengan poligami. Para sahabat disuruh memilih yang terbaik buat mereka Jadi hukum poligami adalah mubah (boleh) dengan syarat. Dan syaratnya adalah orang tersebut yakin dapat berlaku adil. Bila syarat tidak bisa dipenuhi… maka berubah menjadi makruh (dibenci) atau haram (dilarang). Orang yang menambah isteri berarti menambah amanah, Menambah tanggung jawab, beban dan ujian. Dan bila memahami makna hidup adalah ujian… Maka jangan sekali-kali meminta diuji atau minta amanah. Seperti halnya meminta jabatan. Kecuali diberi amanah. Dan langit, bumi dan gunung pun enggan memikul amanah… kecuali manusia yanga mau mau menerima… Bahkan meminta dan memperebutkannya… ”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”( QS Al-Ahzab : 72) ’Kullukum raa’in wa kullukum mas’uulun ’an ra’iyyatihi’ ”Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.” Kemudia apa yang dimaksud adil ? Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Melakukan sesuatu yang seharusnya. Melakukan sesuatu sesuai kehendak Allah dan Rasul-Nya Lawan dari adil adalah zhalim, yang berarti berbuat aniaya dan dosa. Jadi adil tidak jauh berbeda dengan taqwa. ”Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maidah:8) Dalam Al-Quran Allah menjelaskan bahwa berlaku adil dengan isteri-isteri adalah sangat susah : ”Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa, 4:129) Karena untuk berlaku adil adalah tidak mudah, Maka hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melakukannya. Yaitu hanya orang-orang yang sangat bertaqwa saja yang bisa berlaku adil. Sehingga apabila belum bisa adil dan bertaqwa dengan satu isteri… Mengapa berani menambah isteri lagi? Bila ingin lebih mudah dalam menjalani ujian hidup… Dan takut berlaku tidak adil… Bukankah lebih baik beristeri satu saja ? Tidak ada keadilan… Orang yang berpoligami dengan sembunyi-sembunyi karena dia telah berbohong dan berdusta, Yang berarti dia telah berbuat zhalim kepada dirinya, isteri-isterinya dan anak-anaknya… serta orang-orang lain yang telah dibohongi. Tidak ada keadilan… Orang yang tidak bisa adil dan bertaqwa dengan satu isteri… Kemudian dia menambah isteri lagi… Satu amanah saja tidak bisa memenuhi hak-haknya ? Apatah lagi dengan lebih dari satu isteri ? Bukankah ini adalah kezhaliman dengan diri … Dan orang-orang yang menjadi tanggungannya? Tidak ada keadilan…. Orang yang berpoligami tanpa keputusan bersama… Karena keputusan bersama adalah awal dari keadilan. Karena Keluarga harus penuh keharmonisan dan kebersamaan. Dan keadilan juga berdasarkan keharmonisan dan kebersamaan. Tidak ada keadilan… Bila berpoligami hanya menuruti hawa nafsu saja.. Karena menuruti hawa nafsu selalu bertentangan dengan keadilan. Tidak ada keadilan… Bila dengan poligami hilang kebahagiaan Karena kebahagiaan adalah cermin Keadilan. Poigami sunnah Rasulullah ? Poligami memang sunnah Rasul… Karena poligami merupakan bagian dari pernikahan. Dan menikah adalah sunnah Rasul. (’Sunnah’ menurut Imam Syafi’i adalah penerapan Nabi Muhammad Shalallahu ’alaihi wa sallam terhadap wahyu yang diturunkan. Pada kasus poligami Rasulullah sedang mengejawantahkan surat An-Nisa ayat 2-3 mengenai perlindungan terhadap janda mati dan anak-anak yatim. Sehingga dari sekian perkawinannya Rasulullah menikah denga janda mati, kecuali dengan Aisyah binti Abu Bakar Radliyallahu ’anha.) Jadi Hukum asal poligami adalah sama dengan menikah yaitu mubah. Dan bisa berubah menjadi sunnah, wajib, makruh, bahkan haram. Jadi bukan seperti sholat sunnah atau puasa sunnah…. Sehingga orang termotivasi untuk melakukan poligami… Seperti termotivasi untuk melakukan amalan sunnah (nawafil). Orang yang melakukan banyak amalan sunnah (nawafil)… akan membuat baik agamanya, dan Allah akan semakin mencintainya. Akan tetapi orang yang telah melakukan poligami belum tentu menjadikan baik agamanya. Kalau dia bisa adil dan bertaqwa baru akan membuatnya mulia. Tetapi bila dia tidak adil maka akan membuat dia celaka. Ketaqwaannya bukan diukur dengan pelaksanaan poligami tersebut, tetapi dari keadilannya (baca taqwanya). ”Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al-Hujurat : 13) Lalu bagaimana Rasulullah melakukan poligami? Rasulullah hidup pada masa jahiliyah, dimana orang biasa berpoligami lebih dari 4 isteri. Tetapi Rasulullah memulai hidupnya dalam berkeluarga dengan monogami, yaitu dengan beristerikan Khadijah binti Khuwalid. Pernikahan ini berlangsung selama 28 tahun. Dua tahun sepeninggal Khadijah baru Rasulullah berpoligami. Itu pun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa hidup beliau. Sahabat Hikmah… Bila suami-iateri telah sepakat untuk berpoligami… Musyawarahkan lagi dan perhatikan hal-hal yang berat untuk berlaku ADIL di bawah ini: Tidak sanggup menafkahi. Tidak sanggup membahagiakan. Tidak sanggup mengelolah kecemburuan. Tidak sanggup mengatur waktu. Memberikan citra negatif pada dakwah. Membuat keretakan hubungan keluarga besar suami-isteri. Mengurangi produktifitas dakwah. Mengurangi perhatian terhadap anak-anak. Menguras tenaga, pikiran dan perasaan. Menambah masalah hidup yang sudah berat. Menambah amanah yang akan dipertanggungjawabkan. Bila Engkau dan isteri merasa berat untuk hal-hal tersebut… Maka bersenang-senanglah dengan istri satu-satunya…..!! Bersyukurlah dengan apa yang ada… Nikmati dan buatlah harmonisasi dan variasi… Dan buatlah lebih terbuka dalam komunikasi.. Bila Engkau menginginkan sesuatu dengan wanita lain… Lakukanlah dengan isterimu yang sudah ada dan halal untukmu… Nikmatilah dan syukurilah… Dari Jabir, sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat wanita, lalu Baginda masuk ke tempat kediaman Zainab, untuk melepaskan keinginan Baginda kepadanya, lalu keluar & bersabda, “Wanita kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa syaithan…….apabila seseorang di antara kamu melihat wanita yang menarik, hendaklah ia mendatangi isterinya karena pada diri isterinya ada hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu.” (Hadis Riwayat Tirmizi) Bila Engkau tidak dapat memiliki apa yang Engkau sukai… Maka sukailah apa yang Engkau miliki. ATURAN POLIGAMI YANG LUAR BIASA ( AN NISAA 1 S/D 3) Ada seseorang berkata kepada anda : “Makanan berguna untuk kelangsungan hidup anda, makanan bisa menghasilkan energi untuk anda beraktifitas, kalau anda tidak makan dalam waktu yang lama, anda bisa dalam bahaya. Namun dari berbagai jenis makanan, terdapat makanan yang berkolasterol tinggi, seperti jeroan, dll. Kalau anda tidak punya ketahanan tubuh untuk menerima makanan tersebut, lebih aman kalau anda makan makanan jenis lain, seperti daging, kolasterolnya lebih rendah. Namun kalau anda juga punya tubuh yang rentan, mungkin berpotensi tinggi terhadap diabetes dan darah tinggi, sebaiknya anda makan yang lebih aman, sayuran dan ikan-ikan. Itu lebih baik dan sehat buat anda”. Logisnya, sekalipun anda termasuk punya tubuh yang kuat, mungkin karena anda adalah olahragawan terlatih, anda tentu memprioritaskan untuk makan makanan yang paling aman, yaitu sayuran dan ikan. Tetapi suatu waktu anda juga bisa mengkonsumsi makanan berkolasterol tinggi karena beberapa alasan, antara lain : 1. Anda merasa tubuh anda SANGGUP untuk mengkonsumsinya.. 2. Bisa juga karena SELERA (NAFSU) makan anda mendorong anda sehingga sekalipun mengerti apa resikonya, jeroanpun anda sikat juga. 3. Bisa juga karena anda BUTUH makan makanan beresiko tinggi tersebut, karena aktifitas anda memang membutuhkan masukan makanan yang berenergi tinggi. 4. Bisa juga karena MAKANAN TERSEBUT SUDAH DILETAKKAN DIATAS MEJA, kalau ada tidak memakannya akan membusuk dan mengganggu lingkungan, sedangkan anda TIDAK PUNYA ALTERNATIF untuk membuangnya. Namun, tindakan paling logis yang anda lakukan adalah : ANDA AKAN MENGKONSUMSI MAKANAN YANG AMAN, karena nasehat orang tadi memang MENGARAHKAN anda untuk mengkonsumsi makanan yang aman. Sekarang analogi tersebut kita coba ‘cantelkan’ kepada ATURAN Allah tentang poligami : An Nisaa : 1. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. 2. Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. 3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Pertama-tama Allah menyeru kepada SEMUA MANUSIA, bahwa setelah menciptakan manusia, Allah menciptakan adanya ISTRI (bukan wanita), artinya yang diciptakan itu adalah HUBUNGAN antara laki-laki dan wanita. Gunanya hubungan tersebut diciptakan Allah adalah untuk : (1) Berkembang-biak (2) Saling meminta (tolong-menolong) satu sama lain dalam ketaqwaan (3) mengimplementasikan hubungan silaturahmi. Sekalipun ada kesan hubungan tersebut adalah antara SATU suami dengan SATU istri (terkesan dalam kalimat ‘yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya) namun tidak ada dalam ayat tersebut ATURAN tentang monogami atau poligami. Karena Allah tentu mengetahui bahwa kehidupan manusia yang diciptakan-Nya sangat kompleks termasuk perihal hubungan antara laki-laki dan wanita. Ke-MahaTahu-an Allah itu terlihat pada ayat berikutnya ketika Dia mengatur tentang perkawinan, dimulai dengan menyinggung soal kedudukan anak yatim. Mengapa terkait dengan anak yatim..?. Ustadz Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menyatakan bahwa anak yatim dalam kehidupan kemasyarakatan punya posisi yang sangat lemah dan harus dilindungi. Kalaupun ada yang tega menyakiti anak yatim yang ada dalam asuhannya, dipastikan tidak ada seorangpun keluarga yang akan membelanya. Memang dalam Al-Qur’an banyak kita temukan ayat unuk melindungi anak yatim ini, dan kezaliman terhadapnya akan diganjar dosa besar. Perihal mengawini anak yatim yang anda asuh dalam aturan ini, merupakan PEMBANDING, saya analogikan sebagai ‘makanan yang mengandung kolasterol tinggi’, penuh resiko dan gampang membuat kita tergelincir melakukan kezaliman. Namun sekali lagi diingatkan disitu TIDAK ADA LARANGAN. Karena dalam kehidupan, mengawini anak yatim yang diasuh mungkin saja kita temukan. Bagi anda yang merasa tidak sanggup dan takut tergelincir berlaku zalim, Allah memberikan alternatif ‘makanan yang lain’, yaitu poligami. Namun poligamipun dikesankan Allah ‘masih mengandung kolasterol cukup tinggi, sekalipun tidak setinggi mengawini anak yatim’, maka berikutnya Allah memberikan alternatif untuk bermonogami. Perlu juga diingatkan bahwa aturan berpoligami BUKAN MERUPAKAN PERINTAH ATAU SURUHAN ATAU KEUTAMAAN. Coba perhatikan baik-baik bunyi kalimatnya ‘dan JIKA kamu takut’. MAKA kawinilah..!, ini adalah kalimat PENGANDAIAN, demikian pula ketika Allah mengatur untuk bermonogami (dan mengawini budak yang dimiliki) juga memakai bentuk kalimat PENGANDAIAN. Untuk menutup rangkaian aturan tersebut, Allah tidak mengatakan ‘yang demikian merupakan tindakan yang baik dan utama’, tapi dengan bahasa ‘Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya’, disitu tersirat penilaian Allah bahwa bermonogami merupakan tindakan yang lebih beresiko rendah ketimbang poligami atau mengawini anak yatim yang diasuh, dan BUKAN MENYATAKAN MONOGAMI LEBIH BAIK DARI POLIGAMI.. Apa yang anda lakukan ketika berhadapan dengan serangkaian aturan dari Allah tersebut..?, tentu saja secara logis maka tindakan anda adalah menikah secara monogami, karena itulah jalan yang paling aman dan merupakan ‘makanan yang menyehatkan’. Namun tidak tertutup kemungkinan manusia akan mengambil juga tindakan yang mengandung resiko tinggi untuk berpoligami, dengan alasan yang saya sebutkan dalam analogi tadi, bisa karena antara lain : MERASA MAMPU, NAFSU, BUTUH, atau TIDAK PUNYA KEMUNGKINAN LAIN SELAIN BERPOLIGAMI. Dari rangkaian aturan Allah menyangkut hubungan perkawinan antara laki-laki dan wanita, kita menemukan ATURAN YANG LUAR BIASA yang sangat ‘compatible’ dengan dinamika kehidupan manusia, karena kita yakin seyakin-yakinnya, apabila Allah telah menetapkan ketentuan-Nya terhada manusia, maka aturan tersebut PASTI bisa diterapkan dalam kondisi kehidupan model apapun. Kita bisa menyimaknya dalam surat An Nisaa ayat 1 s/d 3. Sekarang marilah kita berandai-andai. Kalau seandainya Allah menetapkan aturan dalam Al-Qur’an dengan jelas MELARANG/MENGHARAMKAN POLIGAMI, apa yang akan terjadi. Anda tentu mengetahui adanya ayat Al-Qur’an yang mengharamkan memakan babi : Al Baqarah 173 : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sekalipun ada kelonggaran ‘barangsiapa dalam keadaan terpaksa’, kita bisa melihat apa efek psikologisnya ketika larangan tersebut dinyatakan dengan jelas. Umumnya kaum Muslim punya pikiran di alam bawah sadarnya bahwa babi adalah makanan yang menjijikkan, bahkan seandainya anda meletakkan sepotong daging babi di depan seorang Muslim yang sedang makan, selera makannya bisa lenyap dengan seketika, sekalipun mungkin anda berusaha meyakinkan bahwa daging babi adalah makanan yang lezat tidak terkira.. Begitulah dampak suatu aturan yang bunyinya MELARANG. Sekarang kita coba melihat kalau ada aturan Tuhan yang menyatakan MEMBOLEHKAN : Muhammad 4 : Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Umumnya kaum Muslim mengimplementasikan ‘kebolehan’ dan ayat tersebut sebagai KEUTAMAAN. Allah maha Mengetahui apa yang ada dalam hati manusia, apa yang menjadi kecenderungan-kecenderungan sifat mereka, baik ataupun buruk, maka Dia tidak mengatur soal hubungan antara laki-laki dan wanita dengan aturan MELARANG atau MEMBOLEHKAN, tapi melalui serangkaian aturan yang SANGAT DINAMIS, sedinamis irama kehidupan manusia. Wallahu a’lam bishshowab

Ciri Wanita Ahli Surga Dan Ciri Wanita Ahli Neraka

Mungkin para ikhwan(saudara kita) ingin sekali mempunyai istri yang soleha. Mau kan?? Iya atuh saya mau sekali. Tapi soal jodoh itu urusan allah Azza Wa Jalla, kita hanya berikhtiar, berusaha, dan berdoa. Hehe padahal ikhtiar+berusaha itu sama saja yah. Oke langsung ajah yah…. Allah SWT berfirman yang bermaksud: Wanita (isteri) solehah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikeranakan Allah telah memelihara mereka. (al-Nisa’: 34) Dalam ayat ini Allah menghimpun beberapa sifat yang wajib ada pada seorang wanita solehah, antaranya adalah taat kepada Allah swt dan kepada suaminya dalam perkara yang makruf (perkara baik) lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya. Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-bejana dari emas dan perak, istana yang megah dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbetik di hati. Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Diantaranya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS. Muhammad : 15) “Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk Surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam Surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al Waqiah : 10-21) Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala kelak akan mendapatkan pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur’an yang mulia, diantaranya : “Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al Waqiah : 22-23) “Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman : 56) “Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar Rahman : 58) “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqiah : 35-37) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau : “ … seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu) Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh mereka : “Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan.” Dan mereka juga mendendangkan : “Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi.” (Shahih Al Jami’ nomor 1557) Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi? Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia. Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Diantara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah : 1. Bertakwa. 2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk. 3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu. 4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya. 5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya. 6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata. 7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat. 8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki. 9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya. 10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia. 11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk. 12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah). 13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya. 14. Berbakti kepada kedua orang tua. 15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh. Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman : “ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13). Ciri Wanita Ahli Neraka Golongan Wanita Yang Di Siksa Dalam Neraka “Abdullah Bin Masud r.a. meriwayatkan bahawa Nabi s.a.w. bersabda : “Apabila seorang wanita mencucikan pakaian suaminya, maka Allah s.w.t. mencatat baginya seribu kebaikan, dan mengampuni dua ribu kesalahannya, bahkan segala sesuatu yang disinari sang surya akan memintakan ampunan baginya, dan Allah s.w.t. mengangkat seribu derajat untuknya.” (H.R. ABU MANSUR DIDALAM KITAB MASNADIL FIRDAUS) Ali r.a. meriwayatkan sebagai berikut : Saya bersama-sama Fathimah berkunjung kerumah Rasulullah, maka kami temui beliau sedang menangis. Kami bertanya kepada beliau: “Apakah yang menyebabkan engkau menangis wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pada malam aku di Israkan ke langit, saya melihat orang-orang yang sedang mengalami penyiksaan, maka apabila aku teringat keadaan mereka, aku menangis.” Saya bertanya lagi, “Wahai Rasulullah apakah engkau lihat?” Beliau bersabda: 1. Wanita yang digantung dengan rambutnya dan otak kepalanya mendidih. 2. Wanita yang digantung dengan lidahnya serta tangan dicopot dari punggungnya, aspal mendidih dari neraka dituang ke kerongkongnya. 3. Wanita yang digantung dengan buah dadanya dari balik punggungnya, sedang air getah kayu Zakum dituangkan ke kerongkongnya. 4. Wanita yang digantung, diikat kedua kaki dan tangannya kearah ubun-ubun kepalanya, serta dibelit dan dibawah kekuasaan ular dan kala jengking. 5. Wanita yang memakan badannya sendiri, serta dibawahnya tampak api yang berkobar-kobar dengan hebatnya. 6. Wanita yang memotong-motong badannya sendiri dengan gunting dari neraka. 7. Wanita yang bermuka hitam serta dia makan usus-ususnya sendiri. 8. Wanita yang tuli, buta dan bisu didalam peti neraka, sedang darahnya mengalir dari lubang-lubang badannya (hidung, telinga, mulut) dan badannya membusuk akibat penyakit kulit dan lepra. 9. Wanita yang berkepala seperti kepala babi dan berbadan himmar (keledai) yang mendapat berjuta macam siksaan. 10. Wanita yang berbentuk anjing, sedangkan beberapa ular dan kala jengking masuk melalui duburnya atau mulutnya dan keluar melalui duburnya, sedangkan malaikat sama-sama memukuli kepalanya dengan palu dari neraka. Maka berdirilah Fatimah seraya berkata, “Wahai ayahku, biji mata kesayanganku, ceritakanlah kepadaku, apakah amal perbuatan wanita-wanita itu.” Rasulullah s.a.w. bersabda : “Hai Fatimah, adapun tentang hal itu : 1. Wanita yang digantung dengan rambutnya kerana tidak menjaga rambutnya (di jilbab) dikalangan laki-laki. 2. Wanita yang digantung dengan lidahnya, kerana dia menyakiti hati suaminya, dengan kata-katanya.” Kemudian Rasulullah S.A.W. bersabda : “Tidak seorang wanita pun yang menyakiti hati suaminya melalui kata-kata, kecuali Allah s.w.t. akan membuat mulutnya kelak dihari kiamat selebar tujuh puluh dzira kemudian akan mengikatkannya dibelakang lehernya.” 3. Adapun wanita yang digantung dengan buah dadanya, kerana dia menyusui anak orang lain tanpa seizin suaminya. 4. Adapun wanita yang diikat dengan kaki dan tanganya itu, kerana dia keluar rumah tanpa seizin suaminya, tidak mandi wajib dari haid dan dari nifas (keluar darah setelah melahirkan). 5. Adapun wanita yang memakan badannya sendiri, kerena dia bersolek untuk dilihat laki-laki lain serta suka membicarakan aib orang lain. 6. Adapun wanita yang memotong-motong badannya sendiri dengan gunting dari neraka, dia suka menonjolkan diri (ingin terkenal) dikalangan orang banyak, dengan maksud supaya mereka (orang banyak) itu melihat perhiasannya, dan setiap orang yang melihatnya jatuh cinta padanya, karena melihat perhiasannya. 7. Adapun wanita yang diikat kedua kaki dan tangannya sampai keubun-ubunnya dan dibelit oleh ular dan kala jengking, kerana dia mampu untuk mengerjakan sholat dan puasa, sedangkan dia tidak mau berwudhu dan tidak sholat dan tidak mau mandi wajib. 8. Adapun wanita yang kepalanya seperti kepala babi dan badannya seperti keledai (himmar), karena dia suka mengadu-domba serta berdusta. 9. Adapun wanita yang berbentuk seperti anjing, kerana dia ahli fitnah serta suka marah-marah pada suaminya. Dalam sebuah hadis Rasulullah S.A.W. bersabda : empat jenis wanita yang berada di surga dan empat jenis wanita yang berada di neraka dan beliau menyebutnya di antara empat jenis perempuan yang berada di surga adalah : 1. Perempuan yang menjaga diri dari berbuat haram lagi berbakti kepada Allah dan suaminya. 2. Perempuan yang banyak keturunannya lagi penyabar serta menerima dengan senang hati dengan keadaan yang serba kekurangan (dalam kehidupan) bersama suaminya. 3. Perempuan yang bersifat pemalu, dan jika suaminya pergi maka ia menjaga dirinya dan harta suaminya, dan jika suaminya datang ia mengekang mulutnya dari perkataan yang tidak layak kepadanya. 4. Perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya dan ia mempunyai anak-anak yang masih kecil, lalu ia mengekang dirinya hanya untuk mengurusi anak-anaknya dan mendidik mereka serta memperlakukannya dengan baik kepada mereka dan tidak bersedia kawin karena khawatir anak-anaknya akan tersia-sia (terlantar). Kemudian Rasulullah S.A.W. bersabda : Dan adapun empat jenis wanita yang berada di neraka adalah : 1. Perempuan yang jelek (jahat) mulutnya terhadap suaminya, jika suaminya pergi, maka ia tidak menjaga dirinya dan jika suaminnya datang ia memakinya (memarahinya). 2. Perempuan yang memaksa suaminya untuk memberi apa yang ia tidak mampu. 3. Perempuan yang tidak menutupi dirinya dari kaum lelaki dan keluar dari rumahnya dengan menampakkan perhiasannya dan memperlihatkan kecantikannya (untuk menarik perhatian kaum lelaki). 4. Perempuan yang tidak mempunyai tujuan hidup kecuali makan, minum dan tidur dan ia tidak senang berbakti kepada Allah, Rasul dan suaminya. Oleh karena itu seorang perempuan yang bersifat dengan sifat-sifat (empat) ini, maka ia dilaknat termasuk ahli neraka kecuali jika ia bertaubat. Diceritakan dari isteri Khumaid As-sa-idiy bahwa ia datang kepada Rasulullah S.A.W. lalu berkata : “Hai Rasulullah sesungguhnya aku senang mengerjakan sholat bersamamu”. Beliau berkata : “Aku mengerti bahwa engkau senang mengerjakan sholat bersamaku, akan tetapi sholatmu di tempat tidurmu itu lebih baik dari pada sholatmu dikamarmu dan sholatmu dikamarmu lebih baik dari solatmu dirumahmu dan sholatmu dirumahmu lebih baik daripada solatmu di mesjidku”. (Bagi lelaki sangat dituntut sembahyang berjemaah di mesjid) Rasulullah S.A.W. bersabda : “Sesungguhnya yang lebih disukai sholatnya perempuan oleh Allah ialah yang dilakukan pada tempat yang amat gelap dirumahnya”. Diceritakan dari Aisyah r.a. : “Pada suatu ketika Rasulullah S.A.W. duduk di masjid, tiba-tiba masuklah seorang perempuan dari suku Muzainah yang memakai pakaian yang terseret-seret ditanah untuk perhiasan pada dirinya di dalam masjid”. Maka Rasulullah S.A.W. bersabda : “Wahai manusia laranglah isteri-isterimu dari memakai perhiasan dan memperindah gaya berjalan di dalam masjid. Kerana sesungguhnya kaum Bani Israil itu tidak dilaknat hingga mereka memberi pakaian isteri-isteri mereka dengan pakaian perhiasan dan mereka berjalan dengan gaya sombong di dalam masjid”. Ibnu Abas r.a. meriwayatkan juga bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda : “Apabila seorang wanita keluar rumahnya dengan mempesolek dirinya serta memakai bau-bauan (sedang suaminya redha akan berbuatan yang demikian itu), maka dibangunkan untuk suaminya pada setiap langkahnya sebuah rumah di neraka.” Sabda Rasulullah S.A.W. lagi yang bermaksud : “Jihad seorang wanita ialah taatkan suami dan menghiaskan diri untuknya.” Isteri tidak wajib taat perintah dan arahan suami, apabila perintah dan arahan itu bertentangan dengan hukum Allah S.W.T. Imam Al-Ghazali menegaskan : “Seorang isteri wajib mentaati suami sepenuhnya dan memenuhi segala tuntutan suami dari dirinya sekiranya tuntutan itu tidak mengandungi maksiat.” Wallahu bishshawab

Membangun keluarga Sakinah Mawaddah Warohmah

Perempuan adalah sumber sakinah, bukan laki-laki. Mari kita perhatikan firman Allah swt: “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untuk kalian isteri dari species kalian agar kalian merasakan sakinah dengannya; Dia juga menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir.” (Ar-Rûm: 21)”. Dalam ayat ini ada kalimat “Litaskunû”, supaya kalian memperoleh atau merasakan sakinah. Jadi sakinah itu ada pada diri dan pribadi perempuan. Laki-laki harus mencarinya di dalam diri dan pribadi perempuan. Tapi perlu diingat laki-laki harus menjaga sumber sakinah, tidak mengotori dan menodainya. Agar sumber sakinah itu tetap terjaga, jernih dan suci, dan mengalir tidak hanya pada kaum bapak tetapi juga anak-anak sebagai anggota rumah tangga, dan gerasi penerus. Kita bisa belajar dari fakta dan relialita. Kaum isteri yang sudah ternoda mata air sakinahnya berdampak pada anak-anak sebagai penerus ummat Rasulullah saw. Siapa yang paling berdosa? Jelas yang mengotori dan menodainya. Sebagai pengantar untuk membangun keluarga sakinah baiklah kita pelajari Hak dan Kewajiban yang buat oleh Allah dan Rasul-Nya, antara lain: 1. Suami adalah pemimpin rumah tangga “Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)..”(An-Nisa’: 34) 2. Suami dipatuhi dan tidak boleh ditentang 3. Tanpa izin suami, isteri tidak boleh mensedekahkan harta suami, dan tidak boleh berpuasa sunnah. 4. Suami harus dilayani oleh isteri dalam hubungan badan kecuali uzur, dan isteri tidak boleh keluar rumah tanpa izinnya. Rasulullah saw bersabda: “Isteri harus patuh dan tidak menentangnya. Tidak mensedekahkan apapun yang ada di rumah suami tanpa izin sang suami. Tidak boleh berpuasa sunnah kecuali dengan izin suami. Tidak boleh menolak jika suaminya menginginkan dirinya walaupun ia sedang dalam kesulitan. Tidak diperkenankan keluar rumah kecuali dengan izin suami.” (Al-Faqih, 3:277) 5. Menyalakan lampu dan menyambut suami di pintu 6. Menyajikan makanan yang baik untuk suami 7. Membawakan untuk suami bejana dan kain sapu tangan untuk mencuci tangan dan mukanya 8. Tidak menolak keinginan suami hubungan badan kecuali dalam keadaan sakit Rasulullah saw juga bersabda: “Hak suami atas isteri adalah isteri hendaknya menyalakan lampu untuknya, memasakkan makanan, menyambutnya di pintu rumah saat ia datang, membawakan untuknya bejana air dan kain sapu tangan lalu mencuci tangan dan mukanya, dan tidak menghindar saat suami menginginkan dirinya kecuali ia sedang sakit.” (Makarim Al-Akhlaq: 215) Rasulullah saw juga bersabda: “(Ketahuilah) bahwa wanita tidak pernah akan dikatakan telah menunaikan semua hak Allah atasnya kecuali jika ia telah menunaikan kewajibannya kepada suami.” (Makarim Al-Akhlaq:215) Hak-Hak Isteri 1. Isteri sebagai sumber sakinah, cinta dan kasih sayang. Suami harus menjaga kesuciannya. (QS Ar-Rum: 21) 2. Isteri harus mendapat perlakukan yang baik “Ciptakan hubungan yang baik dengan isterimu.” ( Al-Nisa’ :19) 3. Mendapat nafkah dari suami 4. Mendapatkan pakaian dari suami 5. Suami tidak boleh menyakiti dan membentaknya Pada suatu hari Khaulah binti Aswad mendatangi Rasulullah saw dan bertanya tentang hak seorang isteri. Beliau menjawab: “Hak-hakmu atas suamimu adalah ia harus memberimu makan dengan kwalitas makanan yang ia makan dan memberimu pakaian seperti kwalitas yang ia pakai, tidak menampar wajahmu, dan tidak membentakmu” (Makarim Al-Akhlaq:218) Rasulullah saw juga bersabda: “Orang yang bekerja untuk menghidupi keluarganya sama dengan orang yang pergi berperang di jalan Allah.”. (Makarim Al-Akhlaq:218) “Terkutuklah! Terkutuklah orang yang tidak memberi nafkah kepada mereka yang menjadi tanggung jawabnya.” (Makarim Al-Akhlaq:218) 6. Suami harus memuliakan dan bersikap lemah lembut 7. Suami harus memaafkan kesalahannya Cucu Rasulullah saw Imam Ali Zainal Abidin (sa) berkata: “Adapun hak isteri, ketahuilah sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menjadikan untukmu dia sebagai sumber sakinah dan kasih sayang. Maka, hendaknya kau sadari hal itu sebagai nikmat dari Allah yang harus kau muliakan dan bersikap lembut padanya, walaupun hakmu atasnya lebih wajib baginya. Karena ia adalah keluargamu Engkau wajib menyayanginya, memberi makan, memberi pakaian, dan memaafkan kesalahannya.” Menghindari pertikaian Rasulullah saw bersabda: “Laki-laki yang terbaik dari umatku adalah orang yang tidak menindas keluarganya, menyayangi dan tidak berlaku zalim pada mereka.” (Makarim Al-Akhlaq:216-217) “Barangsiapa yang bersabar atas perlakuan buruk isterinya, Allah akan memberinya pahala seperti yang Dia berikan kepada Nabi Ayyub (a.s) yang tabah dan sabar menghadapi ujian-ujian Allah yang berat. (Makarim Al-Akhlaq:213) “Barangsiapa yang menampar pipi isterinya satu kali, Allah akan memerintahkan malaikat penjaga neraka untuk membalas tamparan itu dengan tujuh puluh kali tamparan di neraka jahanam.” (Mustadrak Al- Wasail 2:550) Isteri tidak boleh memancing emosi suaminya, Rasulullah saw bersabda: “Isteri yang memaksa suaminya untuk memberikan nafkah di luar batas kemampuannya, tidak akan diterima Allah swt amal perbuatannya sampai ia bertaubat dan meminta nafkah semampu suaminya.” (Makarim Al-Akhlaq: 202) Ada suatu kisah, pada suatu hari seorang sahabat mendatangi Rasulullah dan berkata: “Ya Rasulullah, aku memiliki seorang isteri yang selalu menyambutku ketika aku datang dan mengantarku saat aku keluar rumah. Jika ia melihatku termenung, ia sering menyapaku dengan mengatakan: Ada apa denganmu? Apa yang kau risaukan? Jika rizkimu yang kau risaukan, ketahuilah bahwa rizkimu ada di tangan Allah. Tapi jika yang kau risaukan adalah urusan akhirat, semoga Allah menambah rasa risaumu.” Setelah mendengar cerita sahabatnya Rasulullah saw bersabda: “Sampaikan kabar gembira kepadanya tentang surga yang sedang menunggunya! Dan katakan padanya, bahwa ia termasuk salah satu pekerja Allah. Allah swt mencatat baginya setiap hari pahala tujuh puluh syuhada’.” Kisah ini terdapat dalam kitab Makarimul Akhlaq: 200. BIMBINGAN RASULULLAH DALAM KEHiDUPAN BERUMAH TANGGA Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Bimbingan tersebut baik secara lisan melalui sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maupun secara amaliah, yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam lakukan. Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menghasung seorang suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu membahu, bantu membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam: اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ “Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita) dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu) Dalam hadits tersebut, kita melihat bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membimbing para suami untuk senantiasa mendidik dan menasehati isteri-isteri mereka dengan cara yang baik, lembut dan terus-menerus atau berkesinambungan dalam menasehatinya. Hal ini ditunjukkan dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam: وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ yakni “jika kalian para suami tidak menasehati mereka (para isteri), maka mereka tetap dalam keadaan bengkok,” artinya tetap dalam keadaan salah dan keliru. Karena memang wanita itu lemah dan kurang akal dan agamanya, serta mempunyai sifat kebengkokan karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana disebutkan dalam hadits tadi, sehingga senantiasa butuh terhadap nasehat. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahkan ini dianjurkan bagi seorang isteri untuk memberikan nasehat kepada suaminya dengan cara yang baik pula, karena nasehat sangat dibutuhkan bagi siapa saja. Dan bagi siapa saja yang mampu hendaklah dilakukan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 3) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ “Agama itu nasehat.” (HR. Muslim no. 55) Maka sebuah rumah tangga akan tetap kokoh dan akan meraih suatu kehidupan yang sakinah, insya Allah, dengan adanya sikap saling menasehati dalam kebaikan dan ketakwaan. DIANTARA TIPS/CARA MERAIH KEHIDUPAN YANG SAKINAH 1. Berdzikir Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi) tenang.” (Ar Ra’d: 28) Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal: أَسْتَغْفِرُالله , dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu wata’ala, seperti sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain. 2. Menuntut ilmu agama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ “Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka, kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah (ketenangan).” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu) Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka. Pembaca yang budiman, demikianlah diantara beberapa hal yang bisa dijadikan tips untuk meraih dan membina rumah tangga yang sakinah. Wallahu a’lam bishshawab

SURGA DI TELAPAK KAKI IBU

اَلْجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الأُمَّهَاتِ، مَنْ شِئْنَ أَدْخَلْنَ وَ مَنْ شِئْنَ أَخْرَجْنَ Surga itu di bawah telapak kaki ibu, siapa yang ia kehendaki maka akan dimasukkan dan siapa yang ia ingini maka akan dikeluarkan. (Silsilah al-Ahâdîts adh-Dha’îfah, no. 593) Kemudian kita jelaskan bahwa hadits dengan lafazh di atas adalah palsu. Dan ada juga yang lemah. (lihat: Dha’îf al-Jâmi’ ash-Shaghîr, no. 2666) Setelah itu kami tegaskan bahwa ungkapan yang masyhur ini adalah ucapan manusia semata (bukan hadits)[2]. Dan sampai di sini pembahasan singkat kita pada waktu itu. LAFAZH LAIN BERDERAJAT HASAN Namun perlu diketahui, ada riwayat lain yang semakna dengan hadits di atas dengan lafazh yang berbeda yang berderajat hasan. Yang mana secara maknanya menunjukkan bahwa surga itu di bawah telapak kaki ibu. Berikut bunyi hadits tersebut: عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ السَّلَمِيِّ أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ، وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيْرُكَ. فَقَالَ: هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا Dari Mu’wiyah bin Jahimah as-Salami bahwasanya Jahimah pernah datang menemui Nabi lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad, dan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu. Beliau berkata: “Apakah engkau masih mempunyai ibu?” Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda: “Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya.” Syaikh al-Albani berkomentar: “Diriwayatkan oleh an-Nasa`i, jilid 2, hlm. 54, dan yang lainnya seperti ath-Thabrani jilid 1, hlm. 225, no. 2. Sanadnya Hasan insyaAllah. Dan telah dishahihkan oleh al-Hakim, jilid 4, hlm. 151, dan disetujui oleh adz-Dzahabi dan juga oleh al-Mundziri, jilid 3, hlm. 214.” (as-Silsilah adh-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah, pada penjelasan hadits no. 593)[3] Dan ada hadits lain yang lafazhnya berbeda dengan yang di atas. UCAPAN ULAMA SEPUTAR HADITS DI ATAS Ketika mensyarah hadits ini, Imam Ali al-Qarirah mengatakan: ”Maksudnya yaitu senantiasalah (engkau) dalam melayani dan memperhatikan urusannya”. (Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih, jilid 4, hlm. 676) Ath-Thibi mengatakan: ”Sabda beliau: ”…pada kakinya…”, adalah kinayah dari puncak ketundukan dan kerendahan diri, sebagaimana firman Allah ta’ala : وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan…”. (Ibid, (IV/677). Sedangkan as-Sindi mengatakan: ”Bagianmu dari surga itu tidak dapat sampai kepadamu kecuali dengan keridhaannya, dimana seakan-akan seorang anak itu milik ibunya, sedangkan ibunya adalah tonggak baginya. Bagian dari surga untuk orang tersebut tidak sampai kepadanya kecuali dari arah ibunya tersebut. Hal itu karena sesungguhnya segala sesuatu apabila keadaannya berada di bawah kaki seseorang, maka sungguh ia menguasainya dimana ia tidak dapat sampai kepada yang lain kecuali dari arahnya. Allahu a’lam. (Hasyiyah Sunan An-Nasa-i, karya as-Sindi, jilid 6, hlm. 11, dalam nuskhah yang dicetak bersama Zuhr ar-Rabaa ’Ala al-Mujtabaa, karya as-Suyuti) KESIMPULAN Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan, bahwa hadits dengan lafazh “Surga itu di bawah telapak kaki ibu” adalah lemah, bahkan ada riwayat lain yang palsu. Namun ada hadits lain yang secara makna menjelaskan bahwa ungkapan di atas adalah benar. Maka itu, ungkapan tersebut tidak dapat kita katakan salah secara mutlak lantaran adanya hadits hasan yang memperkuatnya. Wallahu a’lam. (Red) Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi 51, hal. 43-44 ______ 1. Tepatnya pada pada rubrik Tanya Jawab, hlm. 8. 2. Yang kita maksudkan adalah hadits dengan lafazh di atas atau seperti penggalan pertama hadits di atas, bukan lafazh yang lainnya. Dan kita telah memiliki pembahasan tentang gambaran bakti kaum salaf terhadap kedua orang tua, yang padanya ada keterangan sedikit tentang hadits lain yang hasan seputar ungkapan tersebut. Sebenarnya akan kita terbitkan pada edisi kali ini, namun karena banyak hal akhirnya tidak bisa kita muat pada edisi kali ini. Semoga dimudahkan untuk dimuat pada edisi selanjutnya. Dan agar tidak terjadi kesalahpahaman, maka pada edisi ini kami cantumkan keterangan singkat tentang hadits hasan seputar pembahasan, wa billahi at-taufiq. 3.Kami ucapkan jazakumullahu khairan wa zadakum ‘ilman wa taufiqon kepada sidang pembaca dari Jakarta yang telah mengusulkan kepada kami agar pembahasan tentang hadits ini disempurnakan dan dijelaskan hadits hasan yang semakna dengan ungkapan “surga itu di bawah telapak kaki ibu.” Dan itu -sebagaimana ia sebutkan- karena didasari oleh dua hal: 1. Sadd adz-dzara-i’ (menutup pintu) keyakinan tidak adanya hadits yang shahih tentang masalah ini dan tidak benarnya ungkapan tersebut secara mutlak. 2. Membuktikan benarnya penjelasan sebagian ulama bahwa hadits-hadits yang shahih telah mencukupi dari mempergunakan hadits yang lemah.